Tampilkan postingan dengan label Pajak-Seri UU PPh. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Pajak-Seri UU PPh. Tampilkan semua postingan

Apa Saja Biaya Yang Diperbolehkan Dalam UU PPh

Perubahan selanjutnya dari UU PPh yang baru yaitu UU No 36 tahun 2008 adalah mengenai biaya sebagai pengurang penghasilan bruto. Perubahan biaya-biaya apa saja yang diperbolehkan dalam UU PPh ini saya jelaskan sbb :
  1. Biaya Promosi dan Penjualan; ditegaskan dapat untuk dibiayakan, pengaturan lebih lanjutnya ada dalam Peraturan Menteri Keuangan : PMK-104/PMK.03/2009
  2. Biaya Beasiswa; beasiswa yang dapat dibiayakan pengertiannya diperluas bukan saja mengenai penerima beasiswa itu sendiri seperti kepada bukan pegawai yaitu pelajar dan mahasiswa tetapi juga memperhatikan kewajaran jumlah beasiswanya
  3. Piutang Tak Tertagih; persyaratan untuk membiayakan piutang yang nyata-nyata sudah tidak dapat ditagih lagi dipermudah menjadi ; a) telah dibiayakan dalam laporan laba rugi; b) WP harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat ditagih kepada DJP; c) telah diserahkan perkara penagihannya kepada pengadilan negeri atau instansi pemerintah yang menangani piutang negara; atau ada perjanjian tertulis dengan debitur yang bersangkutan; atau telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus; atau ada pengakuan dari debitur bahwa utangnya telah dihapuskan (namun demikian syarat poin c) tidak berlaku bagi piutang debitur kecil seperti diatur lebih lanjut dalam PMK-105/PMK.03/2009)
  4. Pemupukan Dana Cadangan; pembentukan dana cadangan diperluas
  5. Sumbangan yang dapat dibiayakan meliputi :
  • sumbangan penanggulangan bencana nasional
  • sumbangan penelitian dan pengembangan yang dilakukan di Indonesia
  • biaya pembangunan infrasruktur sosial
  • sumbangan fasilitas pendidikan
  • dan sumbangan pembinaan olah raga
READ MORE - Apa Saja Biaya Yang Diperbolehkan Dalam UU PPh

Obyek PPh dalam UU PPh Yang Baru

Perubahan yang berikutnya UU PPh No. 36 Tahun 2008 dengan UU PPh sebelumnya adalah mengenai obyek pajak. Pasal yang mengatur tentang obyek PPh adalah pasal 4 dimana dalam UU PPh yang lama berbunyi sbb :

Pasal 4

(1) Yang menjadi Objek Pajak adalah penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk:

a. penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam Undang-undang ini;

b. hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan;

c. laba usaha;

d. keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk:

1) keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal;

2) keuntungan yang diperoleh perseroan, persekutuan dan badan lainnya karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu, atau anggota;

3) keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, atau pengambilalihan usaha;

4) keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah bantuan atau sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, dan badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan;

e. penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya;

f. bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang;

g. dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi;

h. royalti;

i. sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta.

j. penerimaan atau perolehan pembayaran berkala;

k. keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah;

l. keuntungan karena selisih kurs mata uang asing;

m. selisih lebih karena penilaian kembali aktiva;

n. premi asuransi;

o. iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas;

p. tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak.

Dalam UU PPh yang baru ditambahkan dan ditegaskan mengenai obyek pajak yaitu :

  • Pengalihan hak di bidang pertambangan ( Pasal 4 (1) hurud d angka 5) : Menegaskan keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan di sektor hulu migas merupakan objek pajak.
  • Penghasilan dari usaha yang berbasis syariah (Pasal 4 (1) huruf q) : Penegasan sebagai objek pajak.
  • Imbalan bunga (Pasal 4 (1) huruf r) : Imbalan bunga yang diperoleh WP sehubungan dengan pelaksanaan UU KUP ditegaskan sebagai objek pajak.
  • Surplus Bank Indonesia (Pasal 4 (1) huruf s) : Penegasan sebagai objek pajak.

Sehingga keseluruhan bunyi pasal 4 (1) adalah sebagai berikut :

(1) Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun, termasuk:

a. penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam Undang-undang ini;

b. hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan;

c. laba usaha;

d. keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk:

1. keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal;

2. keuntungan karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu, atau anggota yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan lainnya;

3. keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, pengambilalihan usaha, atau reorganisasi dengan nama dan dalam bentuk apa pun;

4. keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan, atau sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat dan badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihakpihak yang bersangkutan; dan

5. keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan, tanda turut serta dalam pembiayaan, atau permodalan dalam perusahaan pertambangan;

e. penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya dan pembayaran tambahan pengembalian pajak;

f. bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang;

g. dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi;

h. royalti atau imbalan atas penggunaan hak;

i. sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;

j. penerimaan atau perolehan pembayaran berkala;

k. keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah;

l. keuntungan selisih kurs mata uang asing;

m. selisih lebih karena penilaian kembali aktiva;

n. premi asuransi;

o. iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas;

p. tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak;

q. penghasilan dari usaha berbasis syariah;

r. imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan; dan

s. surplus Bank Indonesia.


Untuk pertanyaan silahkan diajukan ke http://www.citra-farhan.com atau yang ingin berkomentar silahkan ditulis di bagian komentar artikel ini, terimakasih atas kunjungannya.

READ MORE - Obyek PPh dalam UU PPh Yang Baru

Perubahan UU PPh No. 36 Th 2008 Bag.I

Mulai tanggal 1 Januari 2009 telah berlaku UU Pajak Penghasilan (PPh) yang baru yaitu Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan. Dalam artikel ini saya akan uraian apa saja pokok-pokok perubahannya yang akan saya bagi menjadi beberapa artikel untuk mempermudah para pengunjung dalam memahaminya.

Pokok-pokok perubahan UU No. 36 Tahun 2008 tersebut adalah sebagai berikut :

  1. SUBJEK PAJAK
  2. OBJEK PAJAK
  3. OBJEK PAJAK PASAL 4 AYAT (2)
  4. PENGECUALIAN DARI OBJEK PAJAK
  5. BIAYA PENGURANG PENGHASILAN BRUTO
  6. ISTERI YANG MEMILIH UNTUK MEMILIKI NPWP SENDIRI
  7. NORMA PENGHITUNGAN PENGHASILAN NETO
  8. PENGHASILAN TIDAK KENA PAJAK (PTKP)
  9. TARIF
  10. PENCEGAHAN PENGHINDARAN PAJAK (PASAL 18)
  11. PEMOTONGAN/PEMUNGUTAN
  12. KREDIT PAJAK LUAR NEGERI (PASAL 24)
  13. ANGSURAN PAJAK TAHUN BERJALAN
  14. KETENTUAN PERPAJAKAN PERTAMBANGAN DAN SYARIAH
  15. FASILITAS PERPJAKAN BAGI UMKM

Saya akan membahasnya masing-masing perubahan tersebut dilengkapi dengan pasal yang dimaksud baik dari UU yang lama dan UU yang baru sebagai perubahannya.

SUBYEK PAJAK

Pokok perubahan subyek pajak adalah perluasan pengertian BUT yang meliputi:

Gudang;

Ruang untuk promosi dan penjualan; dan

Dedicated server untuk kegiatan usaha melalui internet.

Bunyi pasal UU yang lama adalah sbb :

Pasal 2

(1) Yang menjadi Subjek Pajak adalah:

a. 1) orang pribadi;

2) warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak;

b. badan;

c. bentuk usaha tetap (BUT).

Yang dimaksud dengan bentuk usaha tetap adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang dapat berupa:

a. tempat kedudukan manajemen;

b. cabang perusahaan;

c. kantor perwakilan;

d. gedung kantor;

e. pabrik;

f. bengkel;

g. pertambangan dan penggalian sumber alam, wilayah kerja pengeboran yang digunakan untuk eksplorasi pertambangan

h. perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan, atau kehutanan;

i. proyek konstrksi, instalasi, atau proyek perakitan;

j. pemberian jasa dalam bentuk apapun oleh pegawai atau oleh orang lain, sepanjang dilakukan lebih dari 60 (enam puluh) hari dari jangka waktu 12 (dua belas) bulan;

k. orang atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya tidak bebas;

l. agen atau pegawai dari perusahaan asuransi yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menerima premi asuransi atau menanggung risiko di Indonesia.

Dalam UU No. 36 Tahun 2008 pengertian BUT diperluas lagi dengan ditambah :

m. Gudang;

n. Ruang untuk promosi dan penjualan; dan

o. Dedicated server untuk kegiatan usaha melalui internet.


untuk pokok-pokok perubahan UU PPh yang baru selanjutnya akan saya posting dalam artikel berikutnya, untuk pencariannya dapat dilihat pada label "Pajak-Seri UU PPh". Terimakasih atas kunjungannya.

READ MORE - Perubahan UU PPh No. 36 Th 2008 Bag.I