Tampilkan postingan dengan label Politik Ekonomi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Politik Ekonomi. Tampilkan semua postingan

ANAK MUDA MEMIMPIN

Barangkali tahun 2010 merupakan era anak muda untuk menjadi pemimpin sudah dimulai. Diawali dengan terpilihnya Anas Urbaningrup menjadi ketua umum partai Demokrat. Sungguh awalnya tidak terbayangkan sebuat partai besar oleh para kadernya dipercayakan untuk dipimpin oleh seorang anak muda. Mungkinkah di benak para kader telah terbayang bahwa untuk menghadapi semakin ketat dan kerasnya persaingan baik dalam skala lokal maupun internasional sudah saatnya dicoba dipercayakan kepada anak muda. Tidak ada salahnya seorang anak muda yang mempunyai potensi dalam segi politik dan didukung oleh kemampuan akademik yang tidak diragukan juga dipercaya untuk memimpin.

Khusus bagi internal partai Demokrat terpilihnya Anas Urbaningrum berarti juga menghapus prasangka bahwa untuk menjadi seorang ketua umum partai politik harus berasal dari seorang pengusahan yang mempunyai modal dana kuat atau dari seorang politikus senior yang sudah banyak pengalaman dalam berkecipung di dunia politik. Secara nyata Anas bukanlah seorang pengusaha dengan modal dana besar atau seorang politikus senior yang sudah lama di dunia politik. Anas Urbaningrum berkarier dalam dunia politik praktis belum lama. Tapi bagi para kader partai Demokrat bukan itu semua yang sepertinya di butuhkan untuk memimpin partai ini. Bagi para kader parti Demokrat sosok Anas Urbaningrum yang mewakili generasi muda, seorang anak muda sangat potensial untuk menarik simpati kalangan anak muda. Bagi kalangan tua tetap akan simpati dengan partai Demokrat karena masih ada sosok SBY yang menjabat sebagai Ketua Dewan Pembina dan Ketua Majelis Tinggi.

Bagi partai Demokrat ketua umum dapat disamakan dengan direktur utama sebuah perusahaan. Dimana seorang direktur utama sangat bertanggung jawab akan aktivitas perusahaan sehari-harinya. Sedangkan untuk kepetingan masa depan perusahaan wewenang tetap berada di tangan komisaris. Begitulah dengan Anas Urbaningrum yang menjabat sebagai ketua umum bertanggung jawab terhadap aktivitas partai sehari-harinya. Sedangkan masa depan partai tetap berada di tangan Ketua Dewan Pembina dan Ketua Majelis Tinggi yang mempunyai tugas :

  • Menetapkan calon presiden dan calon wakil presiden yang akan diusung oleh partai Demokrat pada pemilihan presiden tahun 2004
  • Menentukan arah koalisi seperti : dengan siapa koalisi akan dibangun
  • Menentukan calon kepala daerah dan calon wakil kepala daerah yang diajukan oleh partai Demokrat dalam setiap pemilihan kepala daerah
  • Menetapkan para calon anggota DPR RI
  • Mempunyai hak veto atas setiap keputusan yang diambil oleh Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Demokrat

Memang sudah selayaknya anak muda yang memimpin tapi tetap harus di bimbing oleh para generasi tua yang telah pengalaman dan mempunyai kematangan dalam setiap mengambil kebijakan. Semoga ini awal bagi tumbuhnya para generasi muda, para anak muda bangsa ini diberi kepercayaan mengemban tugas memimpin.

READ MORE - ANAK MUDA MEMIMPIN

Antara Sri Mulyani dan Demokrasi Indonesia

Selesai sudah pengabdian Sri Mulyani kepada bangsa Indonesia. Selama lebih kurang 5 tahun Sri Mulyani menjadi menteri keuangan mencurahkan pikiran dan tenaga menjaga perekonomian Indonesia. Tidak dapat dipungkiri bahwa peran Sri Mulyani sangat besar dalam menjaga perekonomian Indonesia tidak runtuh menghadapi krisis ekomomi dipenghujung tahun 2008. Saya kira bagaimana peran Sri Mulyani dalam menghadapi krisis global 2008 tersebut tidak perlu diulas lagi karena kita semua sudah tahu. Yang ingin saya ulas pada postingan kali ini adalah akhir dari karier seorang menteri yang diakui dunia internasional tidak hapy ending karena sistim politik yang masih dalam tahap belajar berdiri kokoh ini.

Sebelum masuk ke pokok postingan tersebut tidak ada salahnya saya ulas sedikit mengenai kondisi politik Indonesia yang berubah total sejak reformasi 1998. Sejak reformasi 1998 banyak bermunculan partai politik yang dengan berjalannya waktu banyak yang hilang tumbuh berganti. Sudah barang tentu partai politik mempunya tujuan masing-masing. Tidak mungkin menyatukan seluruh partai politik dalam satu komando. Inilah arti dari demokrasi itu yang sesungguhnya, menurut saya Indonesialah sebenarnya yang menerapkan demokrasi yang sesunggunya sehingga situasi menjadi seperti sekarang ini. Apa itu situasi yang saya maksud? Situasi politik Indonesia sekarang ini jadi banci tidak jelas jenis kelaminya gara-gara demokrasi yang kelewatan. Menurut saya kemampuan Sby dalam mempertahankan kekuasaannya saat inilah ujian yang sebenarnya. Masa Pemerintahan 2004-2009 Sby relatif terjaga kekuasaannya karena ada partai politik besar yang ikut dalam sistim kekuasaan. Gabungan kedua partai politik penguasa saat itu relatif stabil. Kita bandingkan situasinya sekarang ini. Meskipun partai Sby adalah pemenang pemilu legislatif tetapi jumlah kursinya di DPR tetap belum mayoritas untuk mengamankan langgengnya kekuasaan Sby. Konsekuensinya adalah harus menggandeng partai politik lainnya sebagai koalisi dalam pemerintahan dan parlemen.

Koalisi saat ini sangat berbeda jauh dengan koalisi 2004-2009 yang ada dua nahkoda yang masing-masing menahkodai partai politiknya masing-masing yang relatif menguasai parlemen. Saat ini hanya ada satu nahkoda yang menahkodai satu partai politik yang tidak menguasai mayoritas parlemen. Maka sudah sewajarnya apabila Sby berusaha untuk merangkul sebanyak mungkin partai politik yang ada di parlemen untuk ikut dalam sistem eksekutif pemerintahannya. Memang akhirnya sebagian besar partai politik yang diajak bersedia untuk ikut dalam sistem tersebut, namun seperti sudah menjadi tabiat partai politik yang mempunyai tujuan sendiri-sendiri, maka jalannya koalisi tidak seperti yang Sby harapkan.Maka tidak mengherankan Sby seperti kena istilah "teman makan teman" sehingga salah satu "teman" harus rela dengan setengah terpaksa meninggalkan negeri ini untuk terpaksa duduk di kursi empuk di sana nun jauh dari Indonesia.Sampai kapan kondisi yang mirip seperti ini nanti akan terus berulang meski dengan wujud yang berbeda tapi intinya tetap satu, yaitu tiadanya kemandirian sistem pemerintahan akibat dari kebancian sistem tata negara kita. Antar sistem presidential dan parlementer memang sudah jelas yang jadi pilihan kita yaitu presidential namun terkontaminasi berat dengan sistem parlementer karena saat di tata ulangnya tata negara kita dulu di era reformasi parlemen terlalu berat kepentingannya dengan berlindung dibalik ketakutan sejarah masa orde baru.

READ MORE - Antara Sri Mulyani dan Demokrasi Indonesia