Selesai sudah pengabdian Sri Mulyani kepada bangsa Indonesia. Selama lebih kurang 5 tahun Sri Mulyani menjadi menteri keuangan mencurahkan pikiran dan tenaga menjaga perekonomian Indonesia. Tidak dapat dipungkiri bahwa peran Sri Mulyani sangat besar dalam menjaga perekonomian Indonesia tidak runtuh menghadapi krisis ekomomi dipenghujung tahun 2008. Saya kira bagaimana peran Sri Mulyani dalam menghadapi krisis global 2008 tersebut tidak perlu diulas lagi karena kita semua sudah tahu. Yang ingin saya ulas pada postingan kali ini adalah akhir dari karier seorang menteri yang diakui dunia internasional tidak hapy ending karena sistim politik yang masih dalam tahap belajar berdiri kokoh ini.
Koalisi saat ini sangat berbeda jauh dengan koalisi 2004-2009 yang ada dua nahkoda yang masing-masing menahkodai partai politiknya masing-masing yang relatif menguasai parlemen. Saat ini hanya ada satu nahkoda yang menahkodai satu partai politik yang tidak menguasai mayoritas parlemen. Maka sudah sewajarnya apabila Sby berusaha untuk merangkul sebanyak mungkin partai politik yang ada di parlemen untuk ikut dalam sistem eksekutif pemerintahannya. Memang akhirnya sebagian besar partai politik yang diajak bersedia untuk ikut dalam sistem tersebut, namun seperti sudah menjadi tabiat partai politik yang mempunyai tujuan sendiri-sendiri, maka jalannya koalisi tidak seperti yang Sby harapkan.Maka tidak mengherankan Sby seperti kena istilah "teman makan teman" sehingga salah satu "teman" harus rela dengan setengah terpaksa meninggalkan negeri ini untuk terpaksa duduk di kursi empuk di sana nun jauh dari Indonesia.Sampai kapan kondisi yang mirip seperti ini nanti akan terus berulang meski dengan wujud yang berbeda tapi intinya tetap satu, yaitu tiadanya kemandirian sistem pemerintahan akibat dari kebancian sistem tata negara kita. Antar sistem presidential dan parlementer memang sudah jelas yang jadi pilihan kita yaitu presidential namun terkontaminasi berat dengan sistem parlementer karena saat di tata ulangnya tata negara kita dulu di era reformasi parlemen terlalu berat kepentingannya dengan berlindung dibalik ketakutan sejarah masa orde baru.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar